Rabu, 20 Mei 2009

Inside Ka'abah

Saudaraku seiman, gambar ini (bagian dalam Baitullah) adalah hadiah istimewa bagi kita semua
(terutama bagi yang belum pernah masuk atau belum pernah melihat/memiliki gambar seperti ini).

DETIK-DETIK TERAKHIR RASULULLAH

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam", kata Fatimah yang membalikkan
badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan
bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan.

Seolah-olah bahagian demi! bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia.
Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan
tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan
kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit
dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

Dukut Nugroho

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?", tanya Rasululllah
dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
"Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?", tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul ! Allah, aku pernah mendengar Allah
berfirman kepadaku: "Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat
Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik.

Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya
menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?"
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata
Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak
tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini
kepadaku, jangan pada umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, ! Ali segera
mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku"
"peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."


Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan
telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii,ummatii,ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi

Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

NB:
Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk
mengingat maut dan mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan
Rasulnya mencintai kita.


Truly yours,


please visit www.majelisrasulullah.org and www.nurulmusthofa.org




--------------------------------------------------------------------------------

Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.


--------------------------------------------------------------------------------

Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.

----------------------------------------------------------
The information contained in this communication is intended solely for the use of the individual or entity to whom it is addressed and others authorized to receive it. It may contain confidential or legally privileged information. If you are not the intended recipient you are hereby notified that any disclosure, copying, distribution or taking any action in reliance on the contents of this information is strictly prohibited and may be unlawful. If you have received this communication in error, please notify us immediately by responding to this email and then delete it from your system. Ernst & Young is neither liable for the proper and complete transmission of the information contained in this communication nor for any delay in its receipt.

Senin, 18 Mei 2009

DETIK-DETIK TERAKHIR RASULULLAH

DETIK-DETIK TERKAHIR RASULULLAH
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam", kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi! bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?", tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. "Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?", tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul ! Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: "Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, ! Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku" "peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii,ummatii,ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku" Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. NB: Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mengingat maut dan mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita.

Jumat, 15 Mei 2009

surat untuk calon anakku

Surat Untuk Calon Anakku
oleh Malik Zahri
Teruntuk calon anakkuYang masih tinggal di antara tulang sulbi dan tulang dadaku
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bagaimana kabarmu, Nak? Semoga Ananda sehat wal afiat di alam sana.
Ayahanda sengaja menulis surat ini khusus untukmu.Meski Ayahanda tahu, kau belum bisa membaca dan membalas surat iniKarena di sana memang tidak ada sekolah.Namun, Ayahanda yakin kau memahaminyaKarena kita satu jiwaKarena kau masih menyatu dalam tubuhkuDan terutama,Karena kau pasti cerdas seperti Ayahanda …. :-)
Nak !Ayahanda sangat bergembira mendengar sabda Sang Baginda Rasul,Tentang doa anak shaleh yang pahalanya tak terputus, bahkan sesudah orang tuanya wafatAyahanda tiba-tiba tersadar, sabda tersebut menuntut Ayahanda melakukan dua hal:Menjadi anak shaleh dan menjadikan Ananda sebagai anak yang shaleh pula
Nak!Ayahanda sedang berusaha menjadi anak shaleh untuk kakek dan nenekmuSulit memang, karena tiada amal ayahanda yang menandingi jasa merekaTapi Ayahanda akan terus berusahaTunaikan titah Baginda
Ayahanda pun berharapKau seperti itu untuk ayahbundamu kelakMencintai, menaati dan menghormatiIbundamu ….. Ibundamu…… Ibundamujuga Ayahandamu iniItulah mimpi AyahandaSebagaimana mimpi menjadikan rumah kita nanti bagaikan syurgaSupaya syurga benar-benar menjadi rumah kita
Tapi, Ayahanda merasa maluKetika mendengar Khalifah kedua menyatakanBahwa hak seorang anak dari ayahnya setidaknya tiga hal:Dipilihkan ibunda yang baik, Diberi nama yang baik serta diajarkan Al Qur’an.Malu …..Karena belum mempersiapkan diriUntuk menunaikan hakmu
Nak!Kini Ayahanda sedang belajar memperdalam Al Qur’anAgar kelak bisa mengajarimu A… Ba… TsaAgar kaupun menjadi Qur’an berjalanYang menerangi mayapada
O ya!Ayahanda juga sengaja membeli buku tentang nama-nama muliaDengannya, Ayahanda sudah menyiapkan selaksa nama indah untukmuAgar kau tumbuh perkasaDinaungi nama muliaYang ia adalah doa
Yang membuat Ayahanda bingung,Bagaiamana menunaikan hak pertamayang harus ditunaikan ketika Ananda belum melihat duniaKarena Ayahanda tidak tahuApa kriteriamu tentang seorang ibu yang baik?Ayahanda juga tidak tahuApakah kita memiliki selera yang sama …. :-)?
Tapi, Ayahanda yakin kau sepakat dengan satu kriteriaBahwa calon ibumu nanti tidak boleh seorang yang shalehMelainkan harus seorang Shalehah
Karena jika kau memiliki Ibu yang Shaleh,Sepertimu, Ayahandapun tak kan kuat menahan tawaMelihat jenggot ibumuYang gagah jelita …… :-)
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.Yang mencintaimu karena-Nya
Calon Ayahandamu

Rabu, 11 Februari 2009

SaNdAl JePiT iStRiKu

Dikutip dari Kebunhikmah.com


Sandal Jepit Isteriku


Selera makanku mendadak punah. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yang memenuhi kepala ini. Duh, betapa tidak gemas, dalam keadaan lapar memuncak seperti ini, makanan yang tersedia tak ada yang memuaskan lidah. Sayur sop rasanya manis bak kolak pisang, sedang perkedelnya asin tak ketulungan.
"Ummi... Ummi, kapan kamu dapat memasak dengan benar? Selalu saja, kalau tak keasinan, kemanisan, kalau tak keaseman, ya kepedesan!" Ya, aku tak bisa menahan emosi untuk tak menggerutu."Sabar Bi, Rasulullah juga sabar terhadap masakan Aisyah dan Khodijah. Katanya mau kayak Rasul? Ucap isteriku kalem."Iya. Tapi Abi kan manusia biasa. Abi belum bisa sabar seperti Rasul. Abi tak tahan kalau makan terus menerus seperti ini!" Jawabku masih dengan nada tinggi.Mendengar ucapanku yang bernada emosi, kulihat isteriku menundukkan kepala dalam-dalam. Kalau sudah begitu, aku yakin pasti air matanya merebak.
Sepekan sudah aku ke luar kota. Dan tentu, ketika pulang benak ini penuh dengan jumput-jumput harapan untuk menemukan baiti jannati di rumahku. Namun apa yang terjadi? Ternyata kenyataan tak sesuai dengan apa yang kuimpikan. Sesampainya di rumah, kepalaku malah mumet tujuh keliling. Bayangkan saja, rumah kontrakanku tak ubahnya laksana kapal pecah. Pakaian bersih yang belum disetrika menggunung di sana sini. Piring-piring kotor berpesta-pora di dapur, dan cucian, wouw! berember-ember. Ditambah lagi aroma bau busuknya yang menyengat, karena berhari-hari direndam dengan deterjen tapi tak juga dicuci.
Melihat keadaan seperti ini aku cuma bisa beristigfar sambil mengurut dada. "Ummi... Ummi, bagaimana Abi tak selalu kesal kalau keadaan terus menerus begini?" ucapku sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Ummi... isteri sholihah itu tak hanya pandai ngisi pengajian, tapi dia juga harus pandai dalam mengatur tetek bengek urusan rumah tangga. Harus bisa masak, nyetrika, nyuci, jahit baju, beresin rumah?"Belum sempat kata-kataku habis sudah terdengar ledakan tangis isteriku yang kelihatan begitu pilu. "Ah...wanita gampang sekali untuk menangis," batinku. "Sudah diam Mi, tak boleh cengeng. Katanya mau jadi isteri shalihah? Isteri shalihah itu tidak cengeng," bujukku hati-hati setelah melihat air matanya menganak sungai."Gimana nggak nangis! Baru juga pulang sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ini berantakan karena memang Ummi tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan untuk kerja, jalan saja susah. Ummi kan muntah-muntah terus, ini badan rasanya tak bertenaga sama sekali," ucap isteriku diselingi isak tangis. "Abi nggak ngerasain sih bagaimana maboknya orang yang hamil muda..." Ucap isteriku lagi, sementara air matanya kulihat tetap merebak.Hamil muda?!?! Subhanallah … Alhamdulillah…
Bi..., siang nanti antar Ummi ngaji ya...?" pinta isteriku. "Aduh, Mi... Abi kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya?" ucapku."Ya sudah, kalau Abi sibuk, Ummi naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan," jawab isteriku."Lho, kok bilang gitu...?" selaku."Iya, dalam kondisi muntah-muntah seperti ini kepala Ummi gampang pusing kalau mencium bau bensin. Apalagi ditambah berdesak-desakan dalam dengan suasana panas menyengat. Tapi mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa," ucap isteriku lagi."Ya sudah, kalau begitu naik bajaj saja," jawabku ringan.
Pertemuan dengan mitra usahaku hari ini ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang ini kugunakan untuk menjemput isteriku. Entah kenapa hati ini tiba-tiba saja menjadi rindu padanya. Motorku sudah sampai di tempat isteriku mengaji. Di depan pintu kulihat masih banyak sepatu berjajar, ini pertanda acara belum selesai.
Kuperhatikan sepatu yang berjumlah delapan pasang itu satu persatu. Ah, semuanya indah-indah dan kelihatan harganya begitu mahal. "Wanita, memang suka yang indah-indah, sampai bentuk sepatu pun lucu-lucu," aku membathin. Mataku tiba-tiba terantuk pandang pada sebuah sendal jepit yang diapit sepasang sepatu indah. Kuperhatikan ada inisial huruf M tertulis di sandal jepit itu. Dug! Hati ini menjadi luruh. "Oh....bukankah ini sandal jepit isteriku?" tanya hatiku. Lalu segera kuambil sandal jepit kumal yang tertindih sepatu indah itu.
Tes! Air mataku jatuh tanpa terasa. Perih nian rasanya hati ini, kenapa baru sekarang sadar bahwa aku tak pernah memperhatikan isteriku. Sampai-sampai kemana-mana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Sementara teman-temannnya bersepatu bagus."Maafkan aku Maryam," pinta hatiku."Krek...," suara pintu terdengar dibuka. Aku terlonjak, lantas menyelinap ke tembok samping. Kulihat dua ukhti berjalan melintas sambil menggendong bocah mungil yang berjilbab indah dan cerah, secerah warna baju dan jilbab umminya.
Beberapa menit setelah kepergian dua ukhti itu, kembali melintas ukhti-ukhti yang lain. Namun, belum juga kutemukan Maryamku. Aku menghitung sudah delapan orang keluar dari rumah itu, tapi isteriku belum juga keluar. Penantianku berakhir ketika sesosok tubuh berabaya gelap dan berjilbab hitam melintas. "Ini dia mujahidah (*) ku!" pekik hatiku. Ia beda dengan yang lain, ia begitu bersahaja. Kalau yang lain memakai baju berbunga cerah indah, ia hanya memakai baju warna gelap yang sudah lusuh pula warnanya.
Diam-diam hatiku kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ini kurang memperhatikan isteri.Ya, aku baru sadar, bahwa semenjak menikah belum pernah membelikan sepotong baju pun untuknya. Aku terlalu sibuk memperhatikan kekurangan-kekurangan isteriku, padahal di balik semua itu begitu banyak kelebihanmu, wahai Maryamku. Aku benar-benar menjadi malu pada Allah dan Rasul-Nya.
Selama ini aku terlalu sibuk mengurus orang lain, sedang isteriku tak pernah kuurusi. Padahal
Rasul telah berkata: "Yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya."Sedang aku? Ah, kenapa pula aku lupa bahwa Allah menyuruh para suami agar menggauli isterinya dengan baik. Sedang aku terlalu sering ngomel dan menuntut isteri dengan sesuatu yang ia tak dapat melakukannya. Aku benar-benar merasa menjadi suami terzalim!"Maryam...!" panggilku, ketika tubuh berabaya gelap itu melintas. Tubuh itu lantas berbalik ke arahku, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadiranku di tempat ini. Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum.
Senyum bahagia."Abi...!" bisiknya pelan dan girang. Sungguh, baru kali ini aku melihat isteriku segirang ini."Ah, betapa manisnya wajah istriku ketika sedang kegirangan… kenapa tidak dari dulu kulakukan menjemput isteri?" sesal hatiku.
Esoknya aku membeli sepasang sepatu untuk isteriku. Ketika tahu hal itu, senyum bahagia kembali mengembang dari bibirnya. "Alhamdulillah, jazakallahu...," ucapnya dengan suara mendalam dan penuh ketulusan.Ah, Maryamku, lagi-lagi hatiku terenyuh melihat polahmu. Lagi-lagi sesal menyerbu hatiku. Kenapa baru sekarang aku bisa bersyukur memperoleh isteri zuhud (**) dan 'iffah (***) sepertimu? Kenapa baru sekarang pula kutahu betapa nikmatnya menyaksikan matamu yang berbinar-binar karena perhatianku?
(Oleh : Yulia Abdullah)
Keterangan
(*) mujahidah : wanita yang sedang berjihad
(**) zuhud : membatasi kebutuhan hidup secukupnya walau mampu lebih dari itu
(***) ‘iffah : mampu menahan diri dari rasa malu

Senin, 12 Januari 2009

Kamis, 08 Januari 2009

ReNuNgAn SuAmI - iStRi

Puisi ini saya sadur dari beberapa situs dan sudah saya edit, entah siapa yang membuatnya, tapi yg secara tertulis saya sudah meminta ijin melalui situs tersebut dan saya lampirkan di Undangan pernikahan saya.

RENUNGAN UNTUK SUAMI DAN ISTRI

Pernikahan akan menyingkap tabir rahasia kalian berdua..

Untuk suami, renungkanlah..
Istri yang kami nikahi tidaklah semulia Khadijah..
Tidaklah setaqwa Aisyah..pun setabah Siti Hajar.
Istrimu hanya wanita akhir zaman yang bercita menjadi solehah..

Istri menjadi tanah..kamu langit penaungnya..
Istri adalah murid..kamu mursidnya..
Istri bagaikan anak kecil.. kamu tempat bermanjanya..

Seketika istri menjadi racun..kamulah penawar bisanya..
Seandainya istri tulang yang bengkok berhatilah meluruskannya..

Untuk Istri Renungkanlah..
Suami yang kamu nikahi tidaklah semulia Muhammad SAW..
Tidaklah sekaya Sulaiman, apalagi setampan Yusuf
Suamimu hanya pria akhir zaman yang bercita keluarga sakinah..

Suami pelindung..kamulah penghuninya..
Suami adalah nahkoda kapal..kamu navigatornya..
Suami bagai balita yang nakal.. kamu penuntun kenakalannya..

Seketika suami menjadi bisa ..kamu penawar obatnya..
Seandainya suami masinis yang lancang..sabarlah memperingatinya..

Duhai suami istri…
Pernikahan menginsyafkan kalian untuk meniti sabar dan ridha ALLAH SWT
Karena ketidaksempurnaannya justru kalian akan tersentak dari alpa..
Kamu bukanlah Rasullulah dan bukanlah Khadijah..
Cuma insan akhir zaman yang berusaha menjadi manusia taqwa.

Bismillah


Assalamualaikum,

Alhamdulillah ini halaman blog pertama saya, foto disamping foto pernikahan saya dengan istri tercinta tanggal 29 Maret 2008 bertepatan dengan ulang tahun saya, semoga blog ini memberi manfaat bagi pembacanya
wassalam